PROPOSAL SKRIPSI
ANALISIS PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN PTUN DKI JAKARTA NOMOR: 88/G/2012/PTUN-JKT)
Diajukan oleh:
Nama :
NIM :
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG KARNO
J A K A R T A
2013
PERMOHONAN PENULISAN SKRIPSI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Lengkap :
NIM/RIM :
Dosen Wali :
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Kredit Kumulatif :
Dengan ini mengajukan permohonan untuk penulisan skripsi dengan judul:
ANALISIS PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN PTUN DKI JAKARTA NOMOR: 88/G/2012/PTUN-JKT)
Demikian kiranya Bapak berkenan untuk mengabulkan permohonan ini, sekaligus dapat menetapkan nama Dosen Pembimbing skripsi yang diusulkan sebagai berikut:
1.........................................................sebagai Pembimbing I (Materi)
2.........................................................sebagai Pembimbing II (Teknis)
Sebelum dan sesudahnya permohonan ini dikabulkan diucapkan terima kasih.
Jakarta, April 2013
Hormat Saya,
( )
NIM:
PENUNJUKAN DOSEN PEMBIMBING PENULISAN SKRIPSI No......................................
Pimpinan Fakultas Hukum Universitas Bung Karno dengan ini menunjuk saudara:
-------------------------------------
(nama dosen pembimbing)
Sebagai pembimbing Skripsi mahasiswa:
Nama Lengkap :
NIM/RIM :
Dosen Wali :
Program Kekhususan : Hukum Pidana
Judul Skripsi :ANALISIS PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN PTUN DKI JAKARTA NOMOR: 88/G/2012/PTUN-JKT)
surat penunjukan ini berlaku dari tg..........s/d tanggal...............tenggang waktu 4 (empat) bulan.
Demikianlah suratpenunjukan ini diberikan agar dapat dilaksanakan dengan baik.
Jakarta, April 2013
Dekan,
Ir. B. Nurmawati, SH.,MH.
Tembusan:
1. Sekretariat FH-UBK
2. Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi
3. Dosen Wali
4.
mahasiswa yang bersangkutan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum menuntut, antara lain bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Sebagai jaminan adanya kepastian hukum dalam setiap kebijaksanaan administrasi negara harus dituangkan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berwujud suatu ketetapan. Namun dalam kenyataannya sering terjadi bahwa ketetapan yang dikeluarkan administrasi negara dianggap bertentangan dengan hukum atau merugikan kepentingan warga negara atau badan hukum perdata, akibatnya, perlindungan hukum dan keadilan yang diberikan kepada masyarakat adalah dengan menggugat badan atau pejabat administrasi negara yang mengeluarkan ketetapan itu di muka pengadilan.[1]
Salah satu usaha pemerintah untuk menjamin perlindungan keadilan bagi anggota masyarakat ialah dengan cara diwujudkan Peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang diundangkan pada tanggal 29 Desember 1986, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004. Perwujudan dan penyempurnaan Peradilan Tata Usaha Negara ini dimaksudkan bukan hanya untuk perlindungan serta kepastian hukum bagi anggota masyarakat, tetapi untuk kepentingan administrasi negara agar mendapatkan tempat secara wajar sehingga benturan yang timbul akibat keputusan administrasi negara mendapat penyelesaian yang adil dan menyatu.[2]
Kemudian salah satu bidang yang mengatur tata kehidupan warga negara yang juga tunduk pada hukum adalah bidang Pertanahan/Agraria. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan dijabarkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) telah mengatur masalah pertanahan di Indonesia sebagai salah satu peraturan yang harus dipatuhi. Salan satu tujuan pembentukan UUPA adalah meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, yakni melalui kegiatan pendaftaran tanah untuk seluruh wilayah Indonesia yang produknya adalah pemberian alat bukti kepemilikan hak atas tanah/sertifikat hak milik atas tanah.
Mengingat demikian besarnya peranan tanah dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik serta pengaruhnya terhadap laju atau lambannya suatu proses pembangunan maka diperlukan peraturan yang mampu menjamin hak-hak seseorang dan/atau badan hukum terhadap tanah atas miliknya.[3]
Namun kenyataannya, landasan yuridis yang mengatur masalah pertanahan tidak sepenuhnya dilaksanakan secara konsekuen dengan berbagai alasan, sehingga menimbulkan masalah/sengketa pertanahan. Sumber masalah/sengketa pertanahan yang ada sekarang antara lain disebabkan :
1. Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata;
2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah non pertanian;
3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah;
4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah (hak ulayat);
5. Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah.[4]
Permasalahan tersebut di atas memaksa masyarakat untuk mengajukan penyelesaian sengketa tanah yang dialami melalui lembaga peradilan baik peradilan umum maupun Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan masalah pertanahan yang terjadi akibat konflik struktural karena kebijakan pemerintah di masa lalu dapat diselesaikan melalui suatu komisi atau badan peradilan khusus yang dibentuk dengan Undang-Undang. Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum pada dasarnya kembali didasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku, maksudnya semua penyelesaian masalah pertanahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis dengan terlebih dahulu diupayakan dengan musyawarah mufakat.
Penyelesaian sengketa pertanahan dengan pendekatan hukum hanya dapat dilakukan apabila peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan secara efektif atau dengan kata lain dilakukan penegakan hukum (law enforcement) secara konsekuen, yaitu penegakan hukum dengan memperhatikan unsur kepastian hukum (rechtssiccheit), kemanfaatan (zweckmassigheit) dan keadilan (gerechtigheid).[5]
Dalam penyelesaian sengketa tanah melalui jalur pen gadilan/litigasi didasarkan kepada objek sengketa tanah, hal ini berkaitan dengan kewenangan untuk mengadili sengketa tanah apakah termasuk kepada kompetensi/kewenangan absolut Peradilan Umum atau Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan absolut peradilan/atribusi kompetensi/kewenangan (attributie van rechtsmacht) adalah menyangkut tentang pembagian wewenang antar badan badan peradilan berdasarkan jenis lingkungan pengadilan, misalnya pembagian antara wewenang Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum.
Kewenangan absolut Peradilan Tata Usaha Negara hanya sebatas mengadili sengketa yang berada dalam hukum publik, yaitu sengketa yang timbul akibat perbuatan pemerintah dalam hukum publik yang bersifat ekstern yang bersegi satu dan bersifat konkrit, individual dan final yang tertuang dalam suatu keputusan Pejabat Tata Usaha Negara.[6] Pada dasarnya kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara memiliki kompetensi/ kewenangan absolut mengadili sengketa tata usaha Negara (Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986). Menurut Pasal 1 butir 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004, sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu keputusan tata usaha negara. Untuk menilai dan menentukan apakah suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan dengan hukum atau tidak.
Berdasarkan pengertian di atas maka terhadap sengketa tanah dapat diselesaikan penyelesaiannya ke Peradilan Tata Usaha Negara dalam hal mengenai pembatalan surat keputusan pemberian hak atas tanah atau sertifikat hak atas tanah atau keputusan yang berisikan penolakan atau permohonan untuk memperoleh sertifikat hak atas tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan atau oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya. Jika dilihat secara normatif maka sengketa pertanahan yang memiliki aspek hukum tata usaha negara dan aspek hukum perdata dapat diselesaikan secara dualistis oleh dua peradilan, hal ini disebabkan karena sengketa pertanahan dipandang sebagai sengketa/perkara yang mempunyai karakter khusus/unik, karena adanya titik singgung kewenangan mengadili antara Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Umum.
Namun dalam prakteknya kewenangan mengadili Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Umum menimbulkan permasalahan dalam pemeriksaan dan pemutusan sengketa pertanahan, sehingga konsekuensi logisnya adalah sering terjadinya putusan pengadilan yang menyatakan permohonan gugatan penggugat tidak dapat diterima atau ditolak dimana dalam pertimbangan hukumnya didasarkan kepada kewenangan mengadili sehingga merugikan pihak yang berselisih khususnya bagi pihak yang menggugat sengketa tanah tersebut, dan permasalahan selanjutnya adalah tidak bisanya dilakukan eksekusi terhadap putusan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga memperlambat proses penegakan hukum untuk menuntut hak yang dimilikinya yang akhirnya menimbulkan keresahan dan kebingungan di masyarakat.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pengadilan Tata Usaha Negara Medan bahwa sengketa tanah yang masuk tahun 2006 berjumlah 24 (dua puluh empat) perkara, tahun 2007 berjumlah 42 (empat puluh dua) perkara, tahun 2008 berjumlah 40 (empat puluh) perkara, dan sampai pada bulan maret berjumlah 14 (empat belas) perkara. Dari jumlah perkara tersebut membuktikan bahwa masalah/sengketa tanah di kota Medan sangat marak.
Dari sejumlah keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Tata Usaha Negara ada kemungkinan diantaranya menimbulkan kerugian di pihak yang dikenakan keputusan, yaitu warga masyarakat. Kemungkinan ini dapat saja disebabkan pemerintah merasa mempunyai kedudukan yang lebih kuat terhadap rakyat yang dikuasainya,[7] sehingga dalam melaksanakan tugasnya melampui batas wewenang (detournament de pouvoir) atau salah menerapkan peraturan perundang-undangan (abuse de droit). Untuk menilai dan menentukan apakah suatu ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu bertentangan dengan hukum atau tidak diperlukan suatu badan yang dapat memberikan putusannya secara adil dan objektif, yang akhirnya dapat memutuskan apakah ketetapan yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat administrasi itu batal atau tidak sah dan bagi gugatan yang terbukti tidak berdasar hukum tentunya harus ditolak oleh pengadilan.
Kemudian Peradilan Tata Usaha Negara belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat pencari keadilan. Masih adanya putusan Peradilan Tata Usaha Negara yang tidak dipatuhi Pejabat TUN merupakan salah satu hal yang menyebabkan masyarakat masih pesimis terhadap eksistensi Lembaga Peradilan Tata Usaha Negara dan sebagai alasan utama penyebab dari timbulnya kerugian dimasyarakat.
Keputusan-keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan kerugian di pihak masyarakat, merupakan dasar sengketa antara pejabat dengan rakyat. Untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi maka pemerintah sudah menyediakan lembaga yang memiliki wewenang untuk itu, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah di ubah menjadi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Keberadaan lembaga Peradilan Tata Usaha Negara merupakan pelaksanaan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (dahulu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman), yang menyatakan bahwa peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara. Oleh karena itu Penulis mengambil penelitian untuk memberikan jawaban terhadap ruang lingkup dan pelaksanaan sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Hal inilah yang menjadi latar belakang bagi Penulis untuk melakukan penelitian dengan mengambil judul penelitian “ANALISIS PUTUSAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN PTUN DKI JAKARTA NOMOR: 88/G/2012/PTUN-JKT)”.
B. Pokok Permasalahan
Berdasarkan pemikiran yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana ruang lingkup sengketa pertanahan yang menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia ?
2. Bagaimana pertimbangan hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah dikaitkan dengan Putusan PTUN DKI Jakarta Nomor: 88/G/2012/PTUN-JKT?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan gambaran maupun penjelasan tentang ruang lingkup pelaksanaan kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara menurut asas peradilan yang dianut di Indonesia setelah dikeluarkannya Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara yang baru.
2. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim Peradilan Tata Usaha Negara dalam penyelesaian sengketa tanah dikaitkan dengan Putusan PTUN DKI Jakarta Nomor: 88/G/2012/PTUN-JKT.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Badan Pertanahan Nasional dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang peduli mengenai permasalahan pertanahan dan kepada masyarakat agar mengetahui dan dapat mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu dalam penyelesaian sengketa tanah.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pertanahan, khususnya yang menyangkut mekanisme penyelesaian sengketa tanah dalam masyarakat.
2. Secara Praktis
a. Sebagai kajian hukum dan pedoman bagi pemerintah, lembaga peradilan dan lembaga pertanahan dalam menentukan kebijakan dan mengambil tindakan dalam menyelesaikan masalah pertanahan yang terjadi dalam masyarakat.
b. Sebagai informasi bagi masyarakat untuk mengambil tindakan terhadap sengketa pertahanan yang terjadi di masyarakat..
c. Sebagai bahan kajian bagi akademisi, mahasiswa untuk menambah wawasan ilmu terutama dalam bidang hukum tanah.
asarkan perundang-undangan yang berlaku.
- Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan hukum normatif (yuridis normative), yakni bagaimana hukum didayagunakan sebagai instrumen mewujudkan penerapan mekanisme penyelesaian sengketa tanah melalui kewenangan mengadili Peradilan Tata Usaha Negara.
Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif (normative legal research) untuk mengidentifikasi dan menganalisi faktor hukum yang menjadi kendala dalam penerapan peraturan perundang-undanga, dimana penelitian ini mengacu kepada peraturan perundangan-undangan tentang pertanahan dan Undangundang Peradilan Tata Usaha Negara, putusan pengadilan dan bahan hukum lainnya.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif analitis, artinya membatasi kerangka studi kepada suatu pemerian, suatu analisis atau klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk membangun atau menguji hipotesa-hipotesa atau teoriteori. Dengan kata lain, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, yakni memerikan, menganalisis dan mesistematisasikan hukum yang berlaku dengan penelitian lapangan sebagai penunjang.
2. Sumber Data
Adapun sumber data yang dipergunakan untuk mendukung penelitian ini adalah data sekunder, dimana bahan-bahan hukum seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Sehingga Penulisan ini menitik beratkan pada penelitian bahan pustaka atau yang dalam metode penelitian dikenal sebagai data sekunder, yang terdiri dari :
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum yang diperoleh melalui kepustakaan (library research) yaitu sebagai teknik untuk mendapatkan informasi melalui penelusuran peraturan perundangundangan, bacaan-bacaan lain yang ada relevansinya dengan Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, dan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan yang ada kaitannya dengan bahan hukum primer, berupa literatur bahan bacaan berupa buku, artikel, dan kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar atas putusan pengadilan.
c. Bahan Hukum Tertier
Bahan diambil dari majalah, surat kabar untuk penunjang informasi dalam penelitian.
3. Teknik Pengumpulan Data
Mengingat penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder maka pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan, yang dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut :
a. Menginventarisasi dan menilai dan menganalisis peraturan perundang-undangan yang terkait dan relevan dengan dengan penulisan tesis ini.
b. Menginventarisasi dan menilai buku-buku literatur yang pokok pembahasannya berkenaan dengan sengketa pertanahan dan mengenai kompetensi mengadili Pengadilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara.
c. Menginventarisasi dan menilai serta memilih secara selektif bahan-bahan bacaan lainnya seperti majalah, surat kabar, bulletin yang menunjang dan memperkaya penulisan skripsi ini.
4. Alat Pengumpul Data
Bahwa penelitian ini hanya dilakukan dengan studi dokumen yaitu menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundangundangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas dan kesempurnaan tesis ini dari Peradilan Tata Usaha Negeri Medan.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti, sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu diadakan pengumpulan data, kemudian dianalisis secara kualitatif dan ditafsirkan secara logis dan sistematis, terhadap asas-asas hukum sistem-sistem hukum dan sinkronisasi hukum dengan menggunakan metode berpikir deduktif dan induktif. Maksudnya kaidah-kaidah yang benar dan tepat diterapkan menyelesaikan suatu permasalahan dari kasus ke kasus yang akan membantu.
E. Sistematika Penulisan
Sebagaimana halnya setiap karya tulis dimana antara satu bab dengan yang lainnya memiliki satu kesatuan agar dapat menjelaskan permasalahannya dan untuk memperoleh sistematika yang teratur maka skripsi ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian.
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi teori dan kerangka berpikir yang berkaitan dengan masalah pokok yang diteliti. Di sini penulis menguraikan tinjauan tentang organisasi masyarakat yang meliputi sejarah pembentukan ormas, pengertian organisasi masyarakat, hakikat organisasi masyarakat, peran dan tanggung jawab organisasi masyarakat, perkembangan organisasi masyarakat.
BAB III KEBERADAAN ORGANISASI MASYARAKAT DALAM BERBAGAI ASPEK
Bab ini berisikan pemahaman tentang hekakat berserikat dan mengeluarkan pendapat, peran organisasi masyarakat dalam aspek sosial budaya, peran ormas dalam mewujudkan kesadaran hukum masyarakat, peran ormas dalam pelayanan masyarakat, Peran Ormas ditinjau dari Aspek Yuridis (Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan ), Organisasi Kemasyarakatan Menurut UU No.8 Tahun 1985
Bab IV ANALISIS PUTUSAN PTUN DKI JAKARTA NOMOR: 88/G/2012/PTUN-JKT
Dalam bab ini penulis membahas kasus Posisi, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan serta analisa hukum atas putusan tersebut.
Bab V PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam pembahasan penulis yang berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan serta saran-saran dari penulis.
Bab I tentang Pendahuluan, di dalamnya berisi uraian latar belakang pemilihan judul, ruang lingkup penelitian, perumusan masalah, tujuan, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan sistematika skripsi yang bertujuan untuk mengantarkan pikiran pembaca ke pokok permasalahan yang akan dibahas.
Bab II tentang Tinjauan Pusaka, Bab ini berisi teori dan kerangka berpikir yang berkaitan dengan masalah pokok yang diteliti. Di sini penulis menguraikan tinjauan tentang perjanjian kredit yang meliputi pengertian, bentuk perjanjian kredit, prinsip-prinsip dari perjanjian kredit, dan kredit dilihat dari sudut pandang islam. Dalam bab II ini juga diuraikan pengertian dari Hak Tanggungan, ciri-ciri dan sifat Hak Tanggungan, objek Hak Tanggungan, subjek Hak Tanggungan, proses pembebanan Hak Tanggungan, dan Eksekusi Hak Tanggungan.
Bab III tentang Hasil Penelitian dan Pembahasan, dalam Bab ini berisi hasil penelitian yang telah penulis lakukan di PD BPR BKK Tengaran dan pembahasannya. Pembahasan tersebut menguraikan tentang gambaran objek penelitian menyangkut sejarah dan dasar hukum berdirinya beserta struktur organisasi PD BPR BKK Tengaran. Dalam bab III ini juga menjawab permasalahan yang terkait mengenai tata cara pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan, hak dan kewajiban kreditur dan debitur dalam perjanjian kredit, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dan cara mengatasi di PD BPR BKK Tengaran.
Bab IV tentang Penutup, pada bab IV ini berisi simpulan dan saran mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dengan harapan dapat dijadikan masukan bagi praktisi hukum dan bagi masyarakat yang membutuhkan.
Halaman Daftar Pustaka berisi daftar judul buku-buku yang digunakan sebagai referensi dan pedoman oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini. Buku-buku tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan Hak Tanggungan.
Halaman Lampiran berisi tentang lampiran-lampiran antara lain: surat keterangan riset sebagai bukti bahwa penulis telah melakukan penelitian pada PD BPR BKK Tengaran, surat-surat perjanjian kreditur dengan debitur, formulir pengambilan kredit,dan lain sebagainya.
[1] Supandi, Karakteristik dan Asas-asas Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara serta perbedaannya dengan Hukum Acara Perdata, Makalah, (Jakarta : LPP-HAN, 2004), hal. 2.
[2]Edy Purnama, Upaya Hukum Pihak Ketiga terhadap Keputusan Peradilan Tata Usaha Negara dan Proses Pemeriksaannya, ( Kamus Jurnal Hukum Nomor 20 : FH-Unsyiah NAD, 1998), 47.
[3]Eddy Pranjoto, Antinomi Norma Hukum Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Oleh Peradilan Tata Usaha Negara dan Badan Pertanahan Nasional, (Bandung : CV. Utomo, 2006), hal. 9.
[4]Lutfi I Nasution, Menuju Keadilan Agraria 70 Tahun Gunawan Wiradi, (Bandung : Salatiga Bandung, 2002), hal. 217.
[5]Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1996), hal. 140.
[6] Indroharto, Op cit, hal. 85.
[7]Rachmat Soemitro, Peradilan Tata Usaha Negara, (Bandung : CV. Eresco, 1987), hal. 3.